Home » , , » Jaksa Agung Pertanyakan Peristiwa 1965 Dibawa ke Pengadilan Internasional

Jaksa Agung Pertanyakan Peristiwa 1965 Dibawa ke Pengadilan Internasional

Written By Unknown on Thursday, November 12, 2015 | 3:26 PM


JAKARTA - Peristiwa 1965 akhirnya dibawa oleh masyarakat Internasional ke International Public Tribunal atau Pengadilan Publik Internasional di Den Haag, Belanda.

Merespon hal itu Jaksa Agung HM Prasetyo pun langsung mempertanyakannya. Sebab ia menilai adanya kesia-siaan yang dilakukan masyarakat internasional, sebab Indonesia sendiri menurutnya dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Kenapa dibawa ke sana? Kita kan bisa menyelesaikan sendiri," ujarnya saat ditemui di Ecopark, Ancol, Jakarta Utara, Kamis (12/11/2015).

Untuk diketahui, saat ini pengusutan peristiwa yang terjadi pada 1965 itu memang belum jelas. Di satu sisi, ada pihak-pihak yang menginginkan pelaku dihukum, namun di sisi lain mereka belum menemukan bukti yang kuat.

Prasetyo sendiri menilai temuan-temuan yang diklaim sebagai bukti tidak bisa dipakai.

Ujungnya, kasus-kasus terkait G30SPKI tak ada yang diproses penyidikan. Karena, untuk bisa mencapai tahapan itu, suatu bukti haruslah kuat, sehingga bisa diproses hukum. Pada 2008 Komnas HAM telah mengajukan beberapa bukti namun dianggap lemah.

"Hasilnya masih belum memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan," kata Prasetyo.

Lagipula, rezim di mana pelanggaran kemanusiaan ini diduga terjadi, sudah tidak ada. Namun, karena belum menjadi suatu kasus dan baru dugaan maka tak ada kadaluarsanya. Oleh karena itu, Jaksa Agung ingin agar pencarian bukti bisa terlaksana.

"Kami berharap beban masa lalu ini segera bisa kita akhiri. Kita sedang melakukan perencanaaan oleh kita sendiri. Ada tahapannya," ujarnya.

Sementara Kementerian Luar Negeri, sebagai penjaga gawang urusan luar negeri Indonesia, menganggap pengadilan publik internasional di Den Hag itu adalah kebebasan beraspirasi.

Pemerintah Indonesia sendiri, menurut Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Terlebih, kegiatan itu, menurutnya di luar mekanisme hukum yang sah maupun proses nasional yang telah dan sedang berlangsung.

"Sebagai negara demokrasi yang menghormati HAM, Kita memandang memandang kegiatan tersebut sebagai kebebasan untuk menyampaikan ekspresi dan pendapat," ujarnya.

Ia menilai masyarakat sebagai bangsa Indonesia harus bersikap visioner. Artinya, bisa melihat suatu hal dengan pandangan ke depan dan tetap menghormati.

Utamanya dalam mencari kejadian sebenarnya dari suatu sejarah. Pasalnya, tiap negara memiliki dinamika sejarah masing-masing, tidak terkecuali Indonesia.

"Penanganan nasional dalam hal ini perlu dikedepankan khususnya dalam konteks rekonsiliasi," ujar pria yang karib disapa Tata itu.

Sebagai negara demokrasi dengan komitmen terhadap perlindungan HAM, pemerintah RI menurut Tata, pastilah memiliki keyakinan tinggi menyelesaikan permasalahan di masa lalu.

"Penanganan masalah HAM di tahun 1965 menuntut pendekatan komprehensif dan inklusif, melibatkan seluruh elemen bangsa," imbuhnya.


Agen Togel Online Terpercaya - www.sakuratoto.com
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Sylvia Goh | Toto Solid Prediksi | Syair Sakuratoto
Copyright © 2011. Berita Hangat Terkini - All Rights Reserved
Template Created by Sylvia Goh Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger